Hal itu yang mencuat dalam Dinamika Publik Radio Padang FM yang menghadirkan narasumber Ketua Badan Kehormatan DPD RI, H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH dan Rektor Universitas Ekasakti, Prof. Dr. H. Sufyarma Marsidin, M.Pd.
Dalam dialog bertema “Relevansi Peringatan Hari Lahir Pancasila Dengan Kekinian” tersebut, H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH menyampaikan bahwa Pancasila tidaklah lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan melalui proses yang panjang, dengan didasari oleh sejarah perjuangan bangsa dan dengan melihat pengalaman bangsa lain di dunia.
“Pancasila lahir dengan diilhami oleh gagasan-gagasan besar dunia, tetapi tetap berakar pada kepribadian dan gagasan-gagasan besar Bangsa Indonesia sendiri,” ungkap tokoh yang juga Ketua Majelis Pembina PD Persatuan Tarbiyah Islamiyah Sumbar ini.
Melalui dialog itu, Leonardy juga mengatakan bahwa Pancasila sebagai sistem etika yang merupakan jalan hidup dan juga merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan kepada setiap warga negara Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem etika mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai- nilai pancasila yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek kehidupannya.
Menurut Leonardy, di masa kini bangsa Indonesia sedang mengalami banyak tantangan meski sudah 26 tahun era reformasi berjalan. Jika diidentifikasi, tantangan tersebut berkaitan dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa tidak dijadikan sumber etika dalam berbangsa dan bernegara oleh sebahagian masyarakat.
Hal itu kemudian melahirkan krisis akhlak dan moral yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum dan pelanggaran hak asasi manusia.
Selain itu, penegakkan hukum jadi tidak berjalan dengan baik dan pelaksanaannya telah diselewengkan sedemikian rupa, sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan, yaitu persamaan hak warga negara di hadapan hukum. Sistem politik tidak berjalan dengan baik, sehingga belum dapat melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah dan mampu memberikan teladan serta memperjuangkan kepentingan masyarakat.
“Perlu dilahirkan solusi-solusi terkini yang efektif dalam menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut,” tegas pria yang akrab dipanggil Bang Leo itu.
Solusi pertama yang disampaikan Leonardy adalah dengan menjadikan nilai-nilai agama dan nilai- nilai budaya bangsa sebagai sumber etika kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkuat akhlak dan moral penyelenggara negara dan masyarakat.
Selanjutnya menegakkan supremasi hukum dan perundang-undangan secara konsisten dan bertanggungjawab serta menjamin dan menghormati hak asasi manusia. Langkah ini harus didahulukan dengan memproses dan menyelesaikan berbagai kasus korupsi, kolusi dan nepotisme. Supremasi hukum itu harusnya menjamin ketertiban dan kepastian hukum. Bisa dilakukan dengan menyelesaikan berbagai kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme serta pelanggaran hak asasi manusia.
Selanjutnya, memberdayaan masyarakat melalui perbaikan sistem politik yang demokratis sehingga dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas, bertanggungjawab, menjadi panutan masyarakat dan mampu mempersatukan bangsa dan negara.
Leonardy juga menyampaikan bahwa kedepannya Indonesia akan menyongsong tahun emas pada 100 tahun Indonesia merdeka di tahun 2045 nanti. Saat ini Indonesia mendapatkan hadiah demografi, dimana usia produktif akan lebih besar dari usia nonproduktif (65 tahun keatas), dengan proporsi lebih dari 60%, dari total jumlah penduduk Indonesia. Hal ini harus dijadikan motivasi untuk mempersiapkan generasi tersebut menjadi generasi yang mencintai bangsa.
“100 tahun kemerdekaan Indonesia sangat membutuhkan generasi yang sehat, generasi yang cerdas, generasi yang terampil, dan generasi yang berakhlak mulia. Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila ini perlu terus disosialisasikan dengan baik kepada generasi yang akan menghadapi tahun emas ini,” imbau Ketua PB Lemkari itu.
Rektor Universitas Ekasakti, Prof. Dr. H. Sufyarma Marsidin, M.Pd menjelaskan tentang penetapan Lahirnya Pancasila berangkat dari pidato Bung Karno yang berfokus pada nilai kebangsaan, internasionalisme atau good humanity, demokrasi, keadilan sosial, serta ketuhanan. Pidato yang disampaikan pada 1 Juni 1945 inilah yang kemudian direspon positif oleh pemimpin bangsa yang melahirkan Piagam Jakarta.
Sependapat dengan yang disampaikan oleh Leonardy, Sufyarma menyampaikan bahwa relevansi setiap sila harus diterjemahkan secara lebih baik. Pertama berkaitan kekuatan spiritual tentang nilai religius. Kedua tentang kemanusiaan atau humanity agar dapat menjaga nilai tersebut.
“Jadi bukan hanya kemiskinan ekonomi yang perlu diselesaikan, tapi juga kemiskinan spiritual. Sehingga akhlak mulia yang ingin dituju dalam mendidik generasi emas mendatang dapat diselesaikan secara menyeluruh,” ujarnya.
Relevansi Pancasila dengan kekinian kata Sufyarma dapat diwujudkan dengan kembali menghidupkan mata pelajaran Pancasila untuk pelajar di Indonesia. Hal ini agar nilai-nilai filosofis dan ideologi bangsa tertanam sejak dini.
“Di perguruan tinggi ada mata kuliah wajib yang harus diambil mahasiswa, yaitu mata kuliah Pancasila, Bahasa Indonesia, Kewarganegaraan, serta mata kuliah Agama. Empat mata kuliah ini sesuai dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri,” katanya.
Di akhir dialog tersebut, Leonardy tak lupa mengingatkan tentang “khairunnas anfauhum linnas”. Dan sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. “Jadilah orang baik, Indonesia membutuhkan orang baik,” pungkasnya.
#rls