foto: UGM |
Rivaldy merupakan salah satu dari 72 lulusan yang berasal dari daerah 3T (Terdepan, Terpencil, Terluar). Semasa kuliahnya, ia berkesempatan mendapat beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik).Sebelum hari upacara wisuda, Rivaldy mengaku begadang semalaman. Ia begitu menunggu momen-momen bersejarah menerima ijazah."Ini peristiwa yang saya tunggu, terkadang masih belum percaya dengan capaian ini. Jauh saya dari Nabire, Papua akhirnya lulus, Puji Syukur," ucapnya dalam laman UGM, Kamis (7/12).
Prosesi wisuda itu semakin berkesan karena dihadiri oleh kedua orang tuanya. Rivaldy bersyukur akan menerima ijazah Sarjana Kedokteran saat itu.
"Saya sangat bersyukur, kelulusan ini menjadi suatu kebahagiaan karena orang tua hadir dan melihat saya dipanggil untuk menerima ijazah," ungkapnya.
Awal Mula Belajar Kedokteran
Minat Rivaldy akan Ilmu Kedokteran tumbuh dari pelayanan kesehatan di daerahnya. Melihat situasi dari Nabire, ia kemudian berkeinginan menjadi dokter dan memberi pelayanan dengan ikhlas dan tulus untuk masyarakat.
"Saya mencoba banyak belajar, mencoba terus menjadi pribadi yang lebih mendengarkan keluhan, lebih menghargai pendapat dan keputusan orang lain, bekerja bersama, dan itu saya kira menjadi modal utama saya bisa memberikan pelayanan yang terbaik," ungkapnya.
Sempat berminat melanjutkan belajar seni setelah lulus SMA, Rivaldy diremehkan dan tidak dipercaya bisa masuk Fakultas Kedokteran UGM oleh teman-temannya. Meski sempat merasakan keraguan itu, namun kedua orang tuanya terus memotivasi Rivaldy.
"Saya ditentang untuk pilih seni, orang tua mendorong untuk kedokteran. Saya tes dan saat pengumuman ternyata saya lulus pada pilihan pertama.
Perjuangan Mendapat Beasiswa
Rivaldy yang juga penerima beasiswa jalur Afirmasi Pendidikan Menengah (Adem), masih harus berjuang untuk mendapatkan beasiswa Adik. Ia mengaku tidak mudah bisa lolos seleksi beasiswa jalur afirmasi karena harus bersaing dengan siswa lain di Indonesia.
Rivaldy bahkan harus menyicil nilai rata-rata sejak semester satu. Ia juga tekun mengikuti kursus mata pelajaran yang kurang dikuasainya.
"Berlatih menjawab soal untuk menambah variasi penyelesaian masalah, dan juga belajar mandiri mencari referensi belajar penyelesaian soal dari kanal youtube," jelasnya.
Kembali Berjuang Saat Kuliah
Kendati berhasil diterima di Pendidikan Kedokteran UGM dan mengantongi beasiswa, perjuangan Rivaldy tak sampai di sana. Ia mengaku mengalami kesulitan bahkan nilainya tidak pernah stabil.
"Saya pun harus rutin berkonsultasi dengan psikiater untuk menumbuhkan kembali motivasi belajar. Belajar di kedokteran sangat sulit, apalagi yang tidak minat 100 persen tentunya mengalami kesulitan juga dalam beradaptasi. Sistem belajar di kedokteran berputar dan bergerak maju sangat cepat," terangnya.
Kemampuan dalam berteman dan mencari koneksi, menjadi salah satu kunci. Menurutnya, itu perlu dilakukan agar tetap mampu bertahan kuliah dan menunjang proses-proses belajar berikutnya.
Rivaldy akhirnya berhasil menamatkan studi dalam 10 semester. Saat ini, ia sedang menjadi pendidikan co-asst sebelum menyandang profesi dokter.
Kembali ke Nabire
Setelah menjadi dokter, ia berencana kembali ke Nabire setelah lulus menjadi dokter nanti. Ia berangan-angan bisa mendalami Ilmu obstetri dan ginekologi dan bercita-cita menjadi dokter spesialis bedah dan kandungan.
"Di luar kegiatan co-asst ingin sih menambah pengetahuan dengan mengambil studi magister dalam bidang bisnis dan manajemen," paparnya.
Ia nantinya ingin membantu mengembangkan pendidikan jenjang SD, SMP dan SMA di Papua Tengah. Ia berharap agar anak-anak di Papua Tengah memiliki kesempatan yang sama dalam belajar.
"Saya ingin membuka usaha itu sekaligus memfasilitasi para pengrajin yang mayoritas ibu- ibu dan anak muda untuk mengembangkan keahlian dan membuka lapangan pekerjaan bagi mereka," tutur Rivaldy mengakhiri.
#rls