Jakarta(SUMBAR)PT - Dinas Kesehatan DKI Jakarta melaporkan peningkatan kasus COVID-19 yang cukup signifikan. Tercatat pada 13 Desember kasus harian menyentuh 131 pasien. Jumlah tersebut meningkat dari hari sebelumnya pada 12 Desember dengan 127 kasus dan 57 kasus di 11 Desember.
Kepala Seksi Surveilans Epidemiolog dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama melaporkan bahwa positivity rate COVID-19 di DKI Jakarta menyentuh angka 40 persen. Angka tersebut mencapai delapan kali lipat lebih tinggi dari batas 'aman' yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Berkaitan dengan lonjakan kasus yang terjadi di DKI Jakarta, epidemiolog dari Universitas Griffith Dicky Budiman menuturkan bahwa sebenarnya peningkatan tidak hanya terjadi di Ibu Kota saja, melainkan daerah lainnya juga. Menurutnya DKI Jakarta memiliki deteksi yang lebih baik sehingga angka terlihat lebih 'mencolok' dibandingkan daerah lain.
"Di kota-kota besar juga pasti meningkat. DKI Jakarta meningkat karena kemampuan deteksinya lebih kelihatan jadi lebih terlihat, tapi bukan berarti di luar itu nggak meningkat. Apalagi Indonesia mulai memasuki libur Nataru, ini persoalan kemampuan deteksi yang berbeda," ucap Dicky dilansir dari detikcom, Kamis (14/12).
Dicky lebih lanjut mengungkapkan ada beberapa faktor yang menyebabkan lonjakan COVID-19 terjadi khususnya di DKI Jakarta. Menurutnya hal ini disebabkan salah satunya oleh lebih banyaknya populasi rawan dari sisi imunitas.
Kelompok rawan termasuk bayi-bayi yang baru lahir, orang-orang yang baru masuk fase lansia, hingga orang-orang yang memiliki baru memiliki komorbid.
"Ledakan ini 'bahan bakarnya' populasi rawan dari sisi imunitas yang belum memiliki imunitas misalnya seperti bayi baru lahir yang makin banyak. Walaupun baru beberapa bulan atau satu tahun lepas dari situasi akut, dalam waktu satu tahun jumlah bayi lahirkan banyak sekali," jelas Dicky.
"Terus jumlah orang yang masuk fase lansia, terus jumlah orang yang nggak punya komorbid menjadi punya komorbid, jumlah orang yang sudah terinfeksi lebih dari dua kali bertambah juga," tambahnya.
Tidak hanya itu, ia juga menyinggung perubahan cuaca di Indonesia yang memasuki musim hujan. Dicky mengatakan musim hujan membuat daya tahan masyarakat menjadi lebih rendah.
Selain itu, musim hujan juga membuat masyarakat menjadi lebih banyak berakitivitas di dalam ruangan yang memiliki kualitas udara cenderung lebih buruk.
"Orang cenderung menurun daya dahan tubuhnya. Orang lebih berkerumun di dalam ruangan. Utamanya kualitas udara indoor buruk. Ini juga berperan," pungkasnya.
"Di kota-kota besar juga pasti meningkat. DKI Jakarta meningkat karena kemampuan deteksinya lebih kelihatan jadi lebih terlihat, tapi bukan berarti di luar itu nggak meningkat. Apalagi Indonesia mulai memasuki libur Nataru, ini persoalan kemampuan deteksi yang berbeda," ucap Dicky pada detikcom, Kamis (14/12/2023).
Dicky lebih lanjut mengungkapkan ada beberapa faktor yang menyebabkan lonjakan COVID-19 terjadi khususnya di DKI Jakarta. Menurutnya hal ini disebabkan salah satunya oleh lebih banyaknya populasi rawan dari sisi imunitas.
Kelompok rawan termasuk bayi-bayi yang baru lahir, orang-orang yang baru masuk fase lansia, hingga orang-orang yang memiliki baru memiliki Komorbid
"Ledakan ini 'bahan bakarnya' populasi rawan dari sisi imunitas yang belum memiliki imunitas misalnya seperti bayi baru lahir yang makin banyak. Walaupun baru beberapa bulan atau satu tahun lepas dari situasi akut, dalam waktu satu tahun jumlah bayi lahirkan banyak sekali," jelas Dicky.
"Terus jumlah orang yang masuk fase lansia, terus jumlah orang yang nggak punya komorbid menjadi punya komorbid, jumlah orang yang sudah terinfeksi lebih dari dua kali bertambah juga," taSelain itu, musim hujan juga membuat masyarakat menjadi lebih banyak berakitivitas di dalam ruangan yang memiliki kualitas udara cenderung lebih buruk.
"Orang cenderung menurun daya dahan tubuhnya. Orang lebih berkerumun di dalam ruangan. Utamanya kualitas udara indoor buruk. Ini juga berperan," pungkasnya.
Tidak hanya itu, ia juga menyinggung perubahan cuaca di Indonesia yang memasuki musim hujan. Dicky mengatakan musim hujan membuat daya tahan masyarakat menjadi lebih rendah.
Selain itu, musim hujan juga membuat masyarakat menjadi lebih banyak berakitivitas di dalam ruangan yang memiliki kualitas udara cenderung lebih buruk.
"Orang cenderung menurun daya dahan tubuhnya. Orang lebih berkerumun di dalam ruangan. Utamanya kualitas udara indoor buruk. Ini juga berperan," pungkas.
#rls