foto Ilustrasi Hipwee
Jakarta(SUMBAR)PT - Kisah romantis dan mengharukan dialami pasangan suami istri yang berprofesi sebagai dokter spesialis mata, yakni dr Sukirman, SpM dan istrinya dr Hafizah Sukirman, SpM. Keduanya ternyata pernah melakukan transplantasi hati di tahun 2019.

Saat itu, dr Hafizah menjadi donor hati dan suaminya yakni dr Sukirman menjadi resipiennya. Kisah ini diungkapkan oleh Mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama.

Lebih lanjut, Prof Tjandra bertemu dengan pasangan dokter itu saat berkunjung ke Batam. Dia mengatakan pertama kali bertemu kedua dokter itu saat bertugas di WHO Asia Tenggara di New Delhi, yang ternyata waktu di mana mereka melakukan transplantasi hati.

"Di tahun 2019, 'mereka' menjalani transplantasi hati di Institute of Liver and Biliary Diseases (ILBS) New Delhi, dan waktu itulah saya pertama kali bertemu mereka," ungkap Prof Tjandra dalam keterangannya, Kamis (24/8).

"Saya sebut 'mereka' karena donor hatinya adalah istrinya dan resipien hatinya adalah suaminya. Sekitar 65 persen hati istri dipotong dan langsung 'dipasangkan' di hati suaminya yang memang sudah lama sakit," lanjut dia.

Dari kisah tersebut, Prof Tjandra menyoroti beberapa aspek yang sangat berharga di dunia kedokteran. Pertama, keberhasilan operasi transplantasi hati di ILBS India cukup tinggi.

Menurutnya, hal itu harus ditiru di Indonesia. Saat bertugas di New Delhi, ILBS memang menjadi institut kesehatan di kawasan yang menjadi 'WHO Collaborating Center'.

"Kedua, kalau mau agak 'romantis', maka ini menunjukkan bukti cinta kasih suami istri. Transplantasi hati istri ke suami yang dikerjakan di India yang terkenal dengan Taj Mahal-nya sebagai lambang 'cinta kasih suami istri," katanya.

"Ini betul-betul secara harfiah dapat disebutkan bahwa hati mereka 'sudah bersatu'," sambung Prof Tjandra.

Ketiga, banyak aspek kesehatan di India yang bisa ditiru di Indonesia, baik secara global maupun perorangan seperti dalam kasus transplantasi hati ini. Prof Tjandra juga membahas perlunya perhatian dari pemerintah terkait harga obat-obatan yang harganya mahal sekali.

Dalam kasus ini, dr Sukirman harus mengkonsumsi obat bertahun-tahun pasca transplantasi hati ini. Namun, ia dan istrinya lebih memilih membeli obat-obatannya di India karena harganya yang jauh lebih mahal.

"Memang di India harga obat-obat apapun jauh lebih murah dari di Indonesia. Saya dan istri juga setiap hari minum obat kolesterol, hipertensi dan pengencer darah, yang sampai sekarang (sejak pensiun dari WHO 2020) tetap saya beli dari India, karena jauh lebih murah dengan mutu terjamin," jelas Prof Tjandra.

"Jelas perbedaan harga yang amat mencolok ini jadi salah satu 'PR' pemerintah, kini dan mendatang," pungkasnya.



sumber detikinet | boy
 
Top